Identifikasi Bakteri Penyebab Penyakit pada Lobster Tangkapan Alam dan Budidaya di Sumbawa

Oleh: Muhammad Haikal Abdurachman, M.Si (Dosen Program Studi Ilmu Perikanan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati, UTS), Adi Suriyadin, M.Tr.Pi (Kepala Laboratorium Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati, UTS), Adelia Elviantari, M.Si (Ketua Program Studi Bioteknologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati, UTS)

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terbagi menjadi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dengan potensi sumberdaya laut dan perikananya. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Provinsi NTB memiliki potensi lobster konsumsi dan budidaya terbesar di Indonesia dengan total produksi 68,01 ton/tahun. Kabupaten Sumbawa yang termaksud dalam Provinsi NTB memiliki luas perairan laut adalah 3.831,72 km2, dengan potensi sumberdaya benih lobsternya diwilayah selatan yakni (Tero, Labangka dan Lunyuk), sedangkan pada wilayah utara memiliki potensi sebagai area budidaya lobster (Pulau Bungin, Pulau kaung dan Teluk Prajak). Walaupun demikan terdapat berbagai permasalahan dalam budidaya lobster utamanya yaitu penyakit, dan potensi kemunculannya di beberapa tempat yang sulit untuk dipredikisi, karena setiap daerah memiliki tipikal perairan yang berbeda-beda.

Melihat hal tersebut, dosen-dosen dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati Universitas Teknologi Sumbawa (FITH UTS) melakukan kajian tentang Identifikasi Bakteri Penyebab Penyakit pada Lobster Tangkapan Alam dan Budidaya di Sumbawa. Program ini digagas melalui kompetisi Hibah Internal (HITS) UTS 2022 yang diketuai oleh Muhammad Haikal Abdurachman, M.Si dari program studi Ilmu Perikanan dengan dua anggota tim yaitu Adi Suriyadin, M.Tr.Pi program studi Ilmu Perikanan dan Adelia Elviantari, M.Si. dari program studi Bioteknologi.

(A) Lobster Budidaya, (B) Lobster Tangkapan Alam

Diketahui saat ini Kabupaten Sumbawa memiliki potensi lobster yang cukup melimpah baik itu di wilayah utara atau selatan, tercatat ada 4 jenis Lobster yang sering ditemui diantaranya Lobster Mutiara (Panulirus ornatus), Lobster Bambu (Panulirus versicolor), Lobster Batu (Panulirus penicillatus) dan Lobster Pasir (Panulirus homarus). Namun, produksi lobster budidaya pada Kabupaten Sumbawa umumnya belum dapat dimaksimalkan mengingat rendahnya rata-rata tingkat kelangsungan hidup lobster yang berkisar pada 4-8%. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup lobster diantaranya, belum adanya informasi secara spesifik mengenai bakteri patogen penyebab penyakit yang ada pada kegiatan budidaya lobster di Sumbawa, sehingga langkah pencegahan hingga saat ini belum dapat diterapkan pada kegiatan budidaya lobster.

Terdapat beberapa tempat budidaya lobster yang berada di Sumbawa, diantaranya Pulau Bungin, Pulau Kaung dan Teluk Prajak. Selain faktor jarak dan geografis, terdapat beberapa perbedaan lainnya seperti Pulau Bungin dan Pulau Kaung dengan tipikal perairan terbuka, sehingga pergerakan air dan angin masih lebih dominan, bila dibandingkan dengan Teluk Prajak yang tertutup. Secara umum, lobster yang dibudidayakan pada ke tiga lokasi tersebut adalah Lobster Pasir (P. homarus), dengan sumber benih yang berasal dari wilayah Labangka.

Pertemuan BIMTEK yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sumbawa dan Wildlife Conservation Society (WCS) bersama dengan dosen FITH dilaksanakan di Dusun Prajak, Desa Batu Bangka. Dan diskusi yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tersebut banyak mengemukakan beberapa permasalahan teknis, hingga tata cara budidaya lobster yang baik dan benar.

Kajian identifikasi bakteri penyebab penyakit dilakukan dengan mengambil sampel Lobster Pasir (P. homarus) hasil tangkapan alam (Labangka), Budidaya (Pulau Bungin, Pulau Kaung dan Teluk Prjak). Hasil kajian menunjukkan bahwa lobster alam secara umum memiliki keberagaman bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan lobster budidaya. Hal ini terlihat dari morfologi koloni yang tumbuh pada media uji. Sedangkan jika dilihat pada keragaman Vibrio, lobster budidaya lebih beragam, yakni terinfeksi oleh tiga jenis bakteri Vibrio (V. alginilyticus V. Harvey dan V. Parahemolyticus). Sementara lobster alam hanya terinfeksi V. alginilyticus. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa lobster alam memiliki survival rate (SR) yang tinggi karena keragaman mikroflora yang membentuk simbiosis mutualisme yang dapat menghambat pertumbuhan patogen.